Sabtu, 23 April 2011
Melebihi Target, Satelit Pertama Buatan Indonesia Masih Mengorbit!
14 Januari 2010, Jakarta --(Lapan.go.id): Lapan-Tubsat, satelit pertama buatan Indonesia, berulang tahun ke-4 pada 10 Januari 2011. Padahal, dalam rancangan awal, satelit ini diperkirakan hanya akan berusia tidak lebih dari dua tahun. Ternyata masa hidup satelit ini melampaui target. Keberhasilan ini merupakan suatu pembuktian bahwa engineer Indonesia mampu membuat satelit yang andal.
Menurut Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Prof. Dr. Ing. Soewarto Hardhienata, Dipl. Ing., Lapan-Tubsat masih berfungsi dengan baik dan masih terus memberikan gambar dari ruang angkasa. ”Bahkan, jika tidak ada anomali, Lapan-Tubsat masih akan terus beroperasi hingga beberapa tahun lagi,” ujarnya. Soewarto mengatakan, ”ini merupakan hal yang luar biasa bagi sebuah satelit mikro karena banyak satelit semacam ini hanya berusia dua tahun” ia mengungkapkan.
Lapan-Tubsat merupakan satelit mikro atau satelit berukuran kecil dengan bobot 57 kg. Satelit ini berorbit polar atau mengelilingi bumi dengan melewati kutub. Satelit tersebut melewati wilayah Indonesia sebanyak dua kali per hari. Selama empat tahun, Lapan-Tubsat telah menghasilkan berbagai video pemantauan bencana misalnya gunung meletus, pemantauan kebakaran hutan, dan pemantauan perkembangan jembatan Suramadu.
Bahkan, menurut Kepala Bidang Teknologi Ruas Bumi Dirgantara Lapan, Chusnul Tri Judianto, ST, Lapan dapat mengambil gambar letusan Gunung Merapi pada 2010. Saat itu, satelit-satelit penginderaan jauh milik negara-negara maju, tidak dapat mengambil gambar gunung itu karena seluruh wilayah udara di Merapi tertutup awan akibat erupsi.
”Inilah kelebihan Lapan-Tubsat. Satelit ini dapat digerakkan, sehingga mampu 'melirik' dari sisi samping wilayah yang ingin dilihat. Pada satu hari itu, hanya Lapan-Tubsat yang berhasil melihat Merapi dari 650 kilometer di atas permukaan bumi,” ujar Chusnul.
Program pengembangan satelit terus berkembang. ”Sekarang, penguasaan teknologi satelit sudah berjalan di Indonesia dan ini akan terus dilanjutkan,” Soewarto menjelaskan. Saat ini, Lapan sedang membangun dua satelit yaitu Lapan-A2 dan Lapan-Orari. Kedua satelit yang disebut Twin-Sat atau Satelit Kembar berorbit ekuatorial, sehingga akan melewati Indonesia lebih banyak dari Lapan-Tubsat, yaitu 14 kali per hari. Kedua satelit akan mengemban misi untuk mitigasi bencana. Rencananya Twin Sat akan diluncurkan pada 2011 ini dengan menggunakan roket India.
Lapan-A2 akan membawa muatan AIS (Automatic Identification System) untuk mengindentifikasi kapal laut di perairan Indonesia dan kamera video dengan cakupan tiga kali lebih lebar dari Lapan-Tubsat. Lapan-Orari akan membawa muatan voice repeater dan APRS Repeater untuk komunikasi anggota Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) saat bencana. Satelit ini juga akan membawa ADI star (Attitute Determination Instrument). Instrumen ini akan mengeluarkan cahaya seperti bintang yang terlihat dari bumi dengan mata telanjang. ADI star bertujuan untuk menguji sistem pengendalian sikap satelit. Mantan Kepala Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara Lapan, Drs. Toto Marnanto Kadri, menjelaskan apabila cahaya menyorot ke titik yang sama selama satelit lewat di tempat yang ditentukan, artinya sistem pengendalian sikap satelit berjalan dengan baik.
Lapan-Orari juga akan membawa Imager Experiment . Hasil muatan ini akan menyerupai data citra satelit penginderaan jauh. Imager pada Lapan-Orari masih bersifat eksperimen. ”Nantinya, imager tersebut akan digunakan pada satelit Lapan berikutnya, yaitu Lapan-IPB,” ujar Toto. Satelit Lapan-IPB adalah satelit kerja sama Lapan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Satelit ini nanti akan mendukung program ketahanan nasional di bidang pangan.
Indonesia sangat memerlukan satelit. Toto memaparkan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas sehingga membutuhkan suatu alat pengamatan dan komunikasi yang dapat mencakup seluruh wilayah. ”Satelit merupakan alat yang paling baik untuk kebutuhan tersebut karena biayanya murah,” kata Toto.
Soewarto menegaskan, kunci untuk penguasaan teknologi ini adalah sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan dan transfer teknologi dari para peneliti senior kepada peneliti junior.
Sumber: Humas Lapan